1566
1562
1561
1560
1559
1557
1556
1555
1256
1089

UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Avatar Ahmad

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

SEKRETARIAT JENDERAL MPR RI

2012

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

Cetakan Pertama         :  Maret 2005

Cetakan Kedua            : Maret 2006

Cetakan Ketiga             :  Maret 2007

Cetakan Keempat        : Mei 2008

Cetakan Kelima           :  Oktober 2008

Cetakan Keenam         : Mei 2009

Cetakan Ketujuh          :  Oktober 2009

Cetakan Kedelapan     : Januari 2010

Cetakan Kesembilan   : Juni 2010

Cetakan Kesepuluh     :  Januari 2011

Cetakan Kesebelas      :  Februari 2012

xii+75 halaman

 

 

Sekretariat Jenderal MPR RI

Jl. Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta - 10270

 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

KATA PENGANTAR

Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, sebagai bagian dari implementasi salah satu tuntutan Reformasi tahun 1998, MPR melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai akibat dari perubahan tersebut, saat ini, Negara Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dibangun dan sedang menjalani proses konsolidasi untuk menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi agar kehidupan demokratis menjadi cara hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan selesainya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bermakna bahwa sistem politik berdasar desain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dikonsolidasikan untuk mampu menerima dan mengarahkan beban dinamika politik seraya terus melandasi proses demokratisasi dan reformasi berkelanjutan.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan olehMPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Da­sar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mela­kukan per­ubah­an tersebut, MPR menetapkan lima kese­pakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; tetap mempertahankan Negara Kesatuan Re­publik Indonesia; mempertegas sistem pemerintahan pre­sidensial; Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan perubahan dengan cara adendum.

Melakukan perubahan dengan cara adendum artinya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan de­ngan tetap mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan diletakkan me­le­kat pada naskah asli. Sebagai konsekuensi dari kesepakatan tersebut, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.  Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.  Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.  Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.  Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.  Perubahan Keempat Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan dukungan Sekretariat Jenderal MPR kepada MPR dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Akhirnya, semoga Buku ini bermanfaat dalam kegiatan sosialisasi dan dalam memahami aturan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Jakarta,    Januari2011

SEKRETARIS JENDERAL,

Drs. EDDIE SIREGAR, M.Si.


 

DAFTAR ISI

 

Halaman

 

1.

KATA PENGANTAR .............................................................................

iii

2.

SAMBUTAN PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI PUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ............................................................................................

vi

3.

SAMBUTAN PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014 .................

    ix

4.

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945............................................................................................

     1

5.

PERUBAHAN PERTAMA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   22

6.

PERUBAHAN KEDUA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   27

7.

PERUBAHAN KETIGA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   35

8.

PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   45

9.

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM SATU NASKAH...............................................

   52

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

SAMBUTAN

PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu merupakan naskah legitimasi paham kedaulatan rakyat. Naskah dimaksud merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga negara dalam membangun paham kedaulatan rakyat.

Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi dan fundamental sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku secara universal, peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah undang-undang dasar tidak dapat berlaku dan diberlakukan, apabila bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitusionalisme, memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan, serta instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal, yaitu rakyat kepada organ-organ kekuasaan negara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dibentuk oleh pendiri negara pemberlakuannya mengalami pasang surut sesuai dengan situasi  politik  saat   itu.    Periodisasi keberlakuan tersebut menggambarkan bahwa Undang-Undang Dasar menjadi fundamen/dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta telah teruji dengan berbagai peristiwa dan kondisi bangsa sesuai dengan dinamika sejarah yang berlangsung saat itu.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama pada tahun 1999 sampai dengan perubahan keempat pada tahun 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan hukum dasar Indonesia. Substansinya mencakup dasar-dasar normatif yang berfungsi sebagai sarana pengatur dan pengendali terhadap penyelenggaraan kekuasaan dan pemerintahan negara, sekaligus sebagai sarana rakyat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya menuju cita-cita kolektif bangsa. Dengan demikian, seluruh warga negara Indonesia harus memahami Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara utuh sebagaimana yang dirumuskan dalam Pembukaan dan Pasal-Pasalnya.

Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saat ini naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.    Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.    Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.    Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.    Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.    Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk lebih memudahkan pemahaman, telah disusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan serta Undang-Undang Dasar dalam Satu Naskah.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pemahaman yang menyeluruh terhadap naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Demikian, semoga penerbitan buku ini dapat membawa manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta,      Januari 2011

PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI,

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

SAMBUTAN

PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh para pendiri negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai hukum dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan hanya merupakan dokumen hukum tetapi juga mengandung aspek lain seperti pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara. Sebagai sumber hukum tertinggi, Undang-Undang Dasar itu hendaknya menjadi panduan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan kehidupan berbangsa, serta pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Sejalan dengan tuntutan reformasi dan tuntutan perkembangan kebutuhan bangsa Indonesia, MPR dengan semangat kenegarawanan dan melalui tahapan pembahasan yang mendalam dan sungguh-sungguh serta melibatkan berbagai kalangan masyarakat, sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 telah melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Reformasi konstitusi tersebut telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Da­sar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Ne­gara Nomor 75 Tahun 1959. Perubahan tersebut merupakan upaya penyem­purnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang da­lam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam mela­kukan per­ubah­an Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR menetapkan kese­pakatan dasar agar per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempu­nyai arah, tu­juan, dan batas yang jelas. Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir, yaitu tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; tetap mempertahankan Negara Kesatuan Re­publik Indonesia; mempertegas sistem pemerintahan pre­sidensial; Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan perubahan dengan cara adendum.

Per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pertama kali dilaku­kan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang meng­hasilkan Perubahan Pertama. Se­telah itu, dilanjutkan de­ngan Per­ubah­an Kedua pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, Perubahan Ketiga pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada Si­dang Tahunan MPR tahun 2002.

Salah satu kesepakatan perubahan adalah dilakukan dengan cara adendum. Artinya per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu di­lakukan de­ngan tetap mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan-perubahan diletakkan me­le­kat pada naskah asli. Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari kesepakatan tersebut, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.   Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.   Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.   Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.   Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.   Perubahan Keempat Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk lebih memudahkan pemahaman berbagai kalangan, telah disusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan serta Undang-Undang Dasar dalam Satu Naskah.

Selanjutnya, berdasarkan pengamatan Pimpinan MPR banyak beredar buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di masyarakat yang tidak sesuai dengan susunan naskah resmi sebagaimana hasil kesepakatan MPR dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini sejalan dengan tugas Pimpinan MPR sebagaimana terdapat pada Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang hukum dasar negara Indonesia dan susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan komitmen Pimpinan MPR untuk terus melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Akhirnya, semoga penerbitan buku ini dapat membawa manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

Jakarta,     Januari2011

PIMPINAN MPR RI,

Ketua,

 
   

 

H. M. TAUFIQ KIEMAS

 

Wakil Ketua,

 

 
   

Drs. HAJRIYANTO Y. THOHARI, M.A

 

Wakil Ketua,

 

 
   

 

Hj. MELANI LEIMENA SUHARLY

Wakil Ketua,

 
   

 

 

DR. AHMAD FARHAN HAMID, M.S.

Wakil Ketua,

 

 

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN

 

 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945


UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 1945

 

PEMBUKAAN

 

( P r e a m b u l e )

 

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat  Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

 

Pasal 1

 

(1)  Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

(2)  Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

 

 

 

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

(3)  Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

 

Pasal 3

 

       Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4

 

(1)  Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2)  Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)  Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

 

Pasal 6

 

(1)  Presiden ialah orang Indonesia asli.

(2)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.

 

 

 

Pasal 7

 

       Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

 

Pasal 8

 

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

 

Pasal 9

 

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

Pasal 10

 

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

 

Pasal 11

 

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

 

 

 

 

Pasal 12

 

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 13

 

(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)  Presiden menerima duta negara lain.

 

Pasal 14

 

       Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

 

Pasal 15

 

       Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Pasal 16

 

(1)  Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.

 

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

 

Pasal 17

 

(1)  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.

(3)  Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal 19

 

(1)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

 

Pasal 20

 

(1)  Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)  Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

 

Pasal 21

 

(1)  Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.

(2)  Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

 

Pasal 22

 

(1)  Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2)  Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3)  Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23

 

(1)  Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(2)  Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

(3)  Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

(4)  Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

(5)  Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan  undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.

(2)  Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 25

 

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB X

WARGA NEGARA

 

Pasal 26

 

(1)  Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2)  Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 27

 

(1)  Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

 

 

 

 

Pasal 28

 

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29

 

(1)  Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2)  Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

 

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

(2)  Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN

 

Pasal 31

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

(2)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 32

 

Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

 

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

(1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Pasal 34

 

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

 

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

 

Pasal 35

 

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

 

Pasal 36

 

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

(1)  Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.

(2)  Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.

 

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.

 

Pasal II

 

Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

 

Pasal III

 

Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

 

Pasal IV

 

Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.

 

ATURAN TAMBAHAN

 

(1)  Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.

(2)  Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

 


PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA INDONESIA

 

UMUM

I.   Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar

       Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.

       Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu.

Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu.

 

II.  Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan

Apakah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” Undang-Undang Dasar.

1.    “Negara” - begitu bunyinya - “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

       Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

2.    Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

3.    Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan

       perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.

4.    Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

 

III.  Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.

 

IV.  Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.

Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.

Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah, dan mencabut.

Demikianlah sistem Undang-Undang Dasar.

Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.

Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.

 

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

 

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah:

 

I.    Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).

 

1.    Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

 

II.   Sistem Konstitusional.

 

2.    Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

 

III.  Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gezamte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis).

 

3.    Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia ialah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.

 

IV.  Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.

Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.

Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responssibility upon the President).

 

V.    Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).

Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan.

 

VI.  Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari pada Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.

 

VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas.

Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.

 

Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa.

Meskipun kedudukan menteri negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif) dalam praktek.

Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan itu, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para menteri itu pemimpin-pemimpin negara.

Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya dibawah pimpinan Presiden.

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA

 

Pasal 1

 

Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara.

 

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

Yang disebut “golongan-golongan” ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.

Ayat 2

 

Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.

 

Pasal 3

 

Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2

 

Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementair).

 

Pasal 5 ayat 1

 

Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam negara.

 

Pasal-pasal: 6, 7, 8, 9

 

Telah jelas.

 

Pasal-pasal: 10,11,12,13,14,15

 

       Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Pasal 16

 

Dewan ini ialah sebuah Council of State yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah. Ia sebuah badan penasehat belaka.

 

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

 

Pasal 17

 

Lihatlah di atas.

 

 

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

I.    Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

 

II.   Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

       landchappendan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal-pasal: 19, 20, 21, dan 23

 

Lihatlah diatas.

 

Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang dari pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk menetapkan undang-undang.

 

III.  Dewan ini mempunyai juga hak begrooting pasal 23.

Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol pemerintah.

 

Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

 

 

Pasal 22

 

Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar  supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23 ayat: 1, 2, 3, 4

 

Ayat I memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.

Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya.

Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

 

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.

 

Ayat 5

 

Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.

Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24 dan 25

 

Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.

 

BAB X

WARGA NEGARA

 

Pasal 26

Ayat 1

 

Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.

 

Ayat 2

 

Pasal 27, 30, 31, ayat 1

 

Telah jelas.

 

Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara.

 

 

Pasal 28, 29, ayat 1, 34

 

Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.

Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29 ayat 1

 

Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

 

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

Telah jelas.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN

 

Pasal 31 ayat 2

 

Telah jelas.

 

Pasal 32

 

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.

Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

 

 

 

 

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota

masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Pasal 34

 

Telah cukup jelas, lihat diatas.

 

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

 

Pasal 35

 

Telah jelas.

Pasal 36

 

Telah jelas.

 

Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh  rakyatnya  dengan  baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.

Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

Telah jelas.

 


 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN PERTAMA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN PERTAMA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 7

 

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

 

Pasal 9

 

(1)  Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

      

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

 

      “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”

      

Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

   “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

(2)  Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

 

Pasal 13

 

(2)  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 14

 

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

(2)  Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 15

 

       Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 17

 

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(3)  Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 

Pasal 20

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2)  Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

(3)  Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4)  Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

 

Pasal 21

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

           

 

 


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Oktober 1999

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KEDUA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KEDUA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab Xll, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 18

 

(1)  Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

 

(4)  Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5)  Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

(6)  Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7)  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 18A

 

(l)   Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

 

Pasal 18B

 

(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2)  Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 19

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

(2)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.

(3)  Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

 

Pasal 20

 

(1)  Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

 

 

Pasal 20A

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

(2)  Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3)  Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(4)  Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 22A

 

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 22B

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

 

BAB IXA

WILAYAH NEGARA

 

Pasal 25E

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

 

Pasal 26

 

(2)  Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

(3)  Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

 

 

 

Pasal 27

 

(3)  Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

 

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

 

Pasal 28A

 

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

 

Pasal 28B

 

(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

 

Pasal 28C

 

(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2)  Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

 

Pasal 28D

 

(1)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

 

Pasal 28E

 

(1)  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2)  Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3)  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

 

Pasal 28F

 

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

 

Pasal 28G

 

(1)  Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

 

Pasal 28H

 

(1)  Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2)  Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3)  Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4)  Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

 

Pasal 28I

 

(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

(2)  Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3)  Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4)  Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5)  Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 28J

 

(1)  Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

 

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

(2)  Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

(3)  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

(4)  Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

(5)  Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

 

 

BAB XV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,

SERTA LAGU KEBANGSAAN

 

Pasal 36A

 

       Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

 

Pasal 36B

 

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

 

Pasal 36C

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.

 

                                                                      Ditetapkan di Jakarta

                                                                      pada tanggal 18 Agustus 2000

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 



MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KETIGA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KETIGA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 1

 

(2)  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

(3)  Negara Indonesia adalah negara hukum.

 

Pasal 3

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

(3)  Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(4)  Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

 

Pasal 6

 

(1)  Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(2)  Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

 

Pasal 6A

 

(1)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

(3)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

(5)  Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 7A

 

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.

 

Pasal 7B

 

(1)  Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2)  Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut       paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5)  Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6)  Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7)  Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

Pasal 7C

 

       Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 8

 

(1)  Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

(2)  Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

 

Pasal 11

 

(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 17

 

(4)  Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

 

BAB VIIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

 

Pasal 22C

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

(2)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

(4)  Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 22D

 

(1)  Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2)  Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan

       sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

(3)  Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

 

BAB VIIB

PEMILIHAN UMUM

 

Pasal 22E

 

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2)  Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5)  Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

(6)  Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

 

 

 

 

Pasal 23

 

(1)  Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2)  Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3)  Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

 

Pasal 23A

 

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 23C

 

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

 

BAB VIIIA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

 

Pasal 23E

 

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2)  Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3)  Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ atau badan sesuai dengan undang-undang.

 

Pasal 23F

 

(1)  Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

(2)  Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

 

 

 

Pasal 23G

 

(1)  Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

 

Pasal 24A

 

(1)  Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

(2)  Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

(3)  Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

(4)  Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.

(5)  Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24B

 

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24C

 

(1)  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2)  Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

(4)  Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

(5)  Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

(6)  Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

 

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 9       November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 November 2001

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KEEMPAT

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KEEMPAT

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan:

(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;

(b)  penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”;

(c) pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;

(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara;

 

(e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik            Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

 

Pasal 2

 

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

 

Pasal 6A

 

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

 

Pasal 8

 

(3)  Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

 

Pasal 11

 

(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

 

 

 

Pasal 16

 

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Dihapus.

 

Pasal 23B

 

       Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 23D

 

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24

 

(3)  Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

 

Pasal 31

 

(1)  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2)  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4)  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5)  Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32

 

(1)  Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

 

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

(4)  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 34

 

(1)  Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(2)  Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3)  Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 37

 

(1)  Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2)  Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3)  Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4)  Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Perrnusyawaratan Rakyat.

(5)  Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

Pasal II

 

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

Pasal III

 

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

 

ATURAN TAMBAHAN

 

Pasal I

 

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.

 

Pasal II

 

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2002

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 



MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

dalam satu naskah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

pembukaan

 

( P r e a m b u l e )

 

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat   Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara         Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara            Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi selurah rakyat Indonesia.

 

UNDANG-UNDANG DASAR

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

 

Pasal 1

 

(1)  Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

(2)  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)

(3)  Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

(3)  Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

 

Pasal 3

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. ***)

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***/****)

(3)  Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. ***/****)

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4

 

(1)  Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2)  Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(2)  Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

 

Pasal 6

 

(1)  Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)

(2)  Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 6A

 

(1)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)

(2)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)

(3)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)

(4)  Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)

(5)  Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang. ***)

 

Pasal 7

 

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)

 

 

 

 

 

Pasal 7A

 

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***)

 

Pasal 7B

 

(1)  Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut       paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5)  Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

(6)  Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7)  Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

 

Pasal 7C

 

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

 

Pasal 8

 

(1)  Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)

(2)  Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)

 

Pasal 9

 

(1)  Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

       Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

   “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

 

       Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

             “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.*)

 

(2)  Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.*)

 

Pasal 10

 

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

 

Pasal 11

 

(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 12

 

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 13

 

(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(3)  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

 

Pasal 14

 

(1)  Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. *)

(2)  Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

 

Pasal 15

 

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. *)

 

Pasal 16

 

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. ****)

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Dihapus.****)

BAB V

KEMentErianNEGARA

 

Pasal 17

 

(1)  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)

(3)  Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)

(4)  Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.***)

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

(1)  Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**)

(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)

(3)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)

(4)  Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)

(5)  Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**)

(6)  Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**)

(7)  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.**)

 

Pasal 18A

 

(1)  Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)

(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **)

 

Pasal 18B

 

(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. **)

 

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai  dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal 19

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)

(2)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.**)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)

 

Pasal 20

 

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.*)

(2)  Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.*)

(3)  Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)

(4)  Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)

(5)  Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.**)

 

Pasal 20A

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **)

(2)  Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)

(3)  Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)

 (4)       Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.**)

 

Pasal 21

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.*)

 

Pasal 22

 

(1)  Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2)  Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3)  Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

 

Pasal 22A

 

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. **)

 

Pasal 22B

 

       Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. **)

 

BAB VIIA***)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

 

Pasal 22C

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)  Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)

(4)  Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang- undang. ***)

 

Pasal 22 D

 

(1)  Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)

(2)  Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)

(3)  Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)

 

BAB VIIB***)

PEMILIHAN UMUM

 

Pasal 22E

 

(1)  Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

(2)  Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)

(3)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)

(4)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***)

 (5)       Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***)

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. ***)

 

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23

 

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

 

Pasal 23A

 

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untak keperluan negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B

 

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.****)

 

Pasal 23C

 

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 23D

 

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ****)

 

BAB VIIIA***)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

 

Pasal 23E

 

(1)  Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)

(2)  Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. ***)

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***)

 

Pasal 23F

 

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. ***)

(2)  Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***)

 

Pasal 23G

 

(1)  Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. ***)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.***)

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)

(2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)

(3)  Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. ****)

 

Pasal 24A

 

(1)  Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(2)  Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)

(3)  Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)

(4)  Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)

(5)  Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 24B

 

(1)  Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)

(2)  Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)

(3)  Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4)  Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 24C

 

(1)  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)

(2)  Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)

(3)  Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)

(4)  Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.***)

(5)  Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.***)

(6)  Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 25

 

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

 

 

 

 

 

 

 

BAB IXA**)

WILAYAH NEGARA

 

Pasal 25A****)

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. **)

 

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**)

 

Pasal 26

 

(1)  Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2)  Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.**)

(3)  Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. **)

 

Pasal 27

 

(1)  Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3)  Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. **)

 

Pasal 28

 

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

 

 

 

 

BAB XA**)

HAK ASASI MANUSIA

 

Pasal 28A

 

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.**)

 

Pasal 28B

 

(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **)

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**)

 

Pasal 28C

 

(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.**)

(2)  Setiap orang berhak untak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

 

Pasal 28D

 

(1)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.**)

(2)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)

(3)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)

(4)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)

 

Pasal 28E

 

(1)  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.**)

(2)  Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)

(3)  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)

 

Pasal 28F

 

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)

 

Pasal 28G

 

(1)  Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

(2)  Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)

 

Pasal 28H

 

(1)  Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)

(2)  Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)

 

 

 

 

Pasal 28I

 

(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**)

(3)  Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)

(4)  Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.**)

(5)  Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)

 

Pasal 28J

 

(1)  Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)

(2)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)

 

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29

 

(1)  Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. **)

(2)  Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)

(3)  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)

(4)  Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.**)

(5)  Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. **)

 

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)

 

Pasal 31

 

(1)  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)

(2)  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ****)

(3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ****)

(4)  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)

(5)  Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****)

 

Pasal 32

 

(1)  Negara memajukan kebudayaan nasional lndonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. ****)

(2)  Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. ****)

 

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL

DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)

 

Pasal 33

 

(1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4)  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

 

Pasal 34

 

(1)  Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)

(2)  Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

BAB XV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA

LAGU KEBANGSAAN**)

 

Pasal 35

 

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

 

Pasal 36

 

       Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

 

Pasal 36A

 

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. **)

 

Pasal 36B

 

       Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)

 

Pasal 36C

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

(1)  Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)

(5)  Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)

 

Pasal II

 

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)

 

Pasal III

 

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. ****)

 

ATURAN TAMBAHAN

 

Pasal I

 

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untak melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)

 

Pasal II

 

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal****)

Patner & Sponsor

Siapa yang online

There are currently 0 users online.

Temukan di FB

Contact us

STIE Kayutangi

Jl. Brigjend H. Hasan Basry No. 9-11
Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Tel     : (0511) 3304652
Fax     : (0511) 3305238
email : it@stiei-kayutangi-bjm.ac.id

Education - This is a contributing Drupal Theme
Design by WeebPal.
UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA | STIE INDONESIA
1566
1562
1561
1560
1559
1557
1556
1555
1256
1089

Pesan kesalahan

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at D:\AppServ\www\web\includes\common.inc:2748) dalam drupal_send_headers() (baris 1236 dari D:\AppServ\www\web\includes\bootstrap.inc).

UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Avatar Ahmad

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

SEKRETARIAT JENDERAL MPR RI

2012

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

Cetakan Pertama         :  Maret 2005

Cetakan Kedua            : Maret 2006

Cetakan Ketiga             :  Maret 2007

Cetakan Keempat        : Mei 2008

Cetakan Kelima           :  Oktober 2008

Cetakan Keenam         : Mei 2009

Cetakan Ketujuh          :  Oktober 2009

Cetakan Kedelapan     : Januari 2010

Cetakan Kesembilan   : Juni 2010

Cetakan Kesepuluh     :  Januari 2011

Cetakan Kesebelas      :  Februari 2012

xii+75 halaman

 

 

Sekretariat Jenderal MPR RI

Jl. Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta - 10270

 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

KATA PENGANTAR

Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, sebagai bagian dari implementasi salah satu tuntutan Reformasi tahun 1998, MPR melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai akibat dari perubahan tersebut, saat ini, Negara Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dibangun dan sedang menjalani proses konsolidasi untuk menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi agar kehidupan demokratis menjadi cara hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan selesainya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bermakna bahwa sistem politik berdasar desain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dikonsolidasikan untuk mampu menerima dan mengarahkan beban dinamika politik seraya terus melandasi proses demokratisasi dan reformasi berkelanjutan.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan olehMPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Da­sar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mela­kukan per­ubah­an tersebut, MPR menetapkan lima kese­pakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; tetap mempertahankan Negara Kesatuan Re­publik Indonesia; mempertegas sistem pemerintahan pre­sidensial; Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan perubahan dengan cara adendum.

Melakukan perubahan dengan cara adendum artinya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan de­ngan tetap mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan diletakkan me­le­kat pada naskah asli. Sebagai konsekuensi dari kesepakatan tersebut, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.  Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.  Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.  Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.  Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.  Perubahan Keempat Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan dukungan Sekretariat Jenderal MPR kepada MPR dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Akhirnya, semoga Buku ini bermanfaat dalam kegiatan sosialisasi dan dalam memahami aturan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Jakarta,    Januari2011

SEKRETARIS JENDERAL,

Drs. EDDIE SIREGAR, M.Si.


 

DAFTAR ISI

 

Halaman

 

1.

KATA PENGANTAR .............................................................................

iii

2.

SAMBUTAN PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI PUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ............................................................................................

vi

3.

SAMBUTAN PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014 .................

    ix

4.

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945............................................................................................

     1

5.

PERUBAHAN PERTAMA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   22

6.

PERUBAHAN KEDUA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   27

7.

PERUBAHAN KETIGA UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   35

8.

PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945................................................

   45

9.

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM SATU NASKAH...............................................

   52

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

SAMBUTAN

PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu merupakan naskah legitimasi paham kedaulatan rakyat. Naskah dimaksud merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga negara dalam membangun paham kedaulatan rakyat.

Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi dan fundamental sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku secara universal, peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah undang-undang dasar tidak dapat berlaku dan diberlakukan, apabila bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitusionalisme, memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan, serta instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal, yaitu rakyat kepada organ-organ kekuasaan negara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dibentuk oleh pendiri negara pemberlakuannya mengalami pasang surut sesuai dengan situasi  politik  saat   itu.    Periodisasi keberlakuan tersebut menggambarkan bahwa Undang-Undang Dasar menjadi fundamen/dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta telah teruji dengan berbagai peristiwa dan kondisi bangsa sesuai dengan dinamika sejarah yang berlangsung saat itu.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama pada tahun 1999 sampai dengan perubahan keempat pada tahun 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan hukum dasar Indonesia. Substansinya mencakup dasar-dasar normatif yang berfungsi sebagai sarana pengatur dan pengendali terhadap penyelenggaraan kekuasaan dan pemerintahan negara, sekaligus sebagai sarana rakyat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya menuju cita-cita kolektif bangsa. Dengan demikian, seluruh warga negara Indonesia harus memahami Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara utuh sebagaimana yang dirumuskan dalam Pembukaan dan Pasal-Pasalnya.

Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saat ini naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.    Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.    Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.    Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.    Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.    Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk lebih memudahkan pemahaman, telah disusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan serta Undang-Undang Dasar dalam Satu Naskah.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pemahaman yang menyeluruh terhadap naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Demikian, semoga penerbitan buku ini dapat membawa manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta,      Januari 2011

PIMPINAN TIM KERJA SOSIALISASI MPR RI,

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

--------

 

SAMBUTAN

PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh para pendiri negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai hukum dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan hanya merupakan dokumen hukum tetapi juga mengandung aspek lain seperti pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara. Sebagai sumber hukum tertinggi, Undang-Undang Dasar itu hendaknya menjadi panduan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan kehidupan berbangsa, serta pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Sejalan dengan tuntutan reformasi dan tuntutan perkembangan kebutuhan bangsa Indonesia, MPR dengan semangat kenegarawanan dan melalui tahapan pembahasan yang mendalam dan sungguh-sungguh serta melibatkan berbagai kalangan masyarakat, sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 telah melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Reformasi konstitusi tersebut telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Da­sar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah yang menjadi objek perubahan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana tercantum dalam Lembaran Ne­gara Nomor 75 Tahun 1959. Perubahan tersebut merupakan upaya penyem­purnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang da­lam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam mela­kukan per­ubah­an Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR menetapkan kese­pakatan dasar agar per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempu­nyai arah, tu­juan, dan batas yang jelas. Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir, yaitu tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; tetap mempertahankan Negara Kesatuan Re­publik Indonesia; mempertegas sistem pemerintahan pre­sidensial; Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan melakukan perubahan dengan cara adendum.

Per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pertama kali dilaku­kan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang meng­hasilkan Perubahan Pertama. Se­telah itu, dilanjutkan de­ngan Per­ubah­an Kedua pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, Perubahan Ketiga pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada Si­dang Tahunan MPR tahun 2002.

Salah satu kesepakatan perubahan adalah dilakukan dengan cara adendum. Artinya per­ubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu di­lakukan de­ngan tetap mempertahankan naskah asli dan naskah perubahan-perubahan diletakkan me­le­kat pada naskah asli. Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari kesepakatan tersebut, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian, yaitu:

a.   Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (naskah asli);

b.   Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.   Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.   Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.   Perubahan Keempat Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk lebih memudahkan pemahaman berbagai kalangan, telah disusun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan serta Undang-Undang Dasar dalam Satu Naskah.

Selanjutnya, berdasarkan pengamatan Pimpinan MPR banyak beredar buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di masyarakat yang tidak sesuai dengan susunan naskah resmi sebagaimana hasil kesepakatan MPR dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini sejalan dengan tugas Pimpinan MPR sebagaimana terdapat pada Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerbitan buku Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945adalah untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang hukum dasar negara Indonesia dan susunan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sekaligus merupakan komitmen Pimpinan MPR untuk terus melaksanakan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Akhirnya, semoga penerbitan buku ini dapat membawa manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

Jakarta,     Januari2011

PIMPINAN MPR RI,

Ketua,

 
   

 

H. M. TAUFIQ KIEMAS

 

Wakil Ketua,

 

 
   

Drs. HAJRIYANTO Y. THOHARI, M.A

 

Wakil Ketua,

 

 
   

 

Hj. MELANI LEIMENA SUHARLY

Wakil Ketua,

 
   

 

 

DR. AHMAD FARHAN HAMID, M.S.

Wakil Ketua,

 

 

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN

 

 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945


UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 1945

 

PEMBUKAAN

 

( P r e a m b u l e )

 

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat  Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

 

Pasal 1

 

(1)  Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

(2)  Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

 

 

 

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

(3)  Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

 

Pasal 3

 

       Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4

 

(1)  Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2)  Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)  Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

 

Pasal 6

 

(1)  Presiden ialah orang Indonesia asli.

(2)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.

 

 

 

Pasal 7

 

       Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

 

Pasal 8

 

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

 

Pasal 9

 

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

Pasal 10

 

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

 

Pasal 11

 

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

 

 

 

 

Pasal 12

 

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 13

 

(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)  Presiden menerima duta negara lain.

 

Pasal 14

 

       Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

 

Pasal 15

 

       Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Pasal 16

 

(1)  Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.

 

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

 

Pasal 17

 

(1)  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.

(3)  Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal 19

 

(1)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.

(2)  Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

 

Pasal 20

 

(1)  Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)  Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

 

Pasal 21

 

(1)  Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.

(2)  Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

 

Pasal 22

 

(1)  Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2)  Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3)  Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23

 

(1)  Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(2)  Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

(3)  Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

(4)  Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

(5)  Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan  undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.

(2)  Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 25

 

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB X

WARGA NEGARA

 

Pasal 26

 

(1)  Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2)  Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 27

 

(1)  Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

 

 

 

 

Pasal 28

 

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29

 

(1)  Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2)  Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

 

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

(2)  Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN

 

Pasal 31

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

(2)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 32

 

Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

 

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

(1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Pasal 34

 

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

 

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

 

Pasal 35

 

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

 

Pasal 36

 

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

(1)  Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.

(2)  Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.

 

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.

 

Pasal II

 

Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

 

Pasal III

 

Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

 

Pasal IV

 

Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.

 

ATURAN TAMBAHAN

 

(1)  Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.

(2)  Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

 


PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA INDONESIA

 

UMUM

I.   Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar

       Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.

       Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu.

Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu.

 

II.  Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan

Apakah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” Undang-Undang Dasar.

1.    “Negara” - begitu bunyinya - “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

       Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

2.    Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

3.    Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan

       perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.

4.    Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

 

III.  Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.

 

IV.  Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.

Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.

Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah, dan mencabut.

Demikianlah sistem Undang-Undang Dasar.

Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.

Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd). Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.

 

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

 

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah:

 

I.    Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).

 

1.    Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

 

II.   Sistem Konstitusional.

 

2.    Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

 

III.  Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gezamte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis).

 

3.    Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia ialah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.

 

IV.  Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.

Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.

Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responssibility upon the President).

 

V.    Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).

Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan.

 

VI.  Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari pada Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.

 

VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas.

Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.

 

Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa.

Meskipun kedudukan menteri negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif) dalam praktek.

Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan itu, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para menteri itu pemimpin-pemimpin negara.

Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya dibawah pimpinan Presiden.

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA

 

Pasal 1

 

Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara.

 

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

Yang disebut “golongan-golongan” ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.

Ayat 2

 

Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.

 

Pasal 3

 

Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2

 

Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementair).

 

Pasal 5 ayat 1

 

Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam negara.

 

Pasal-pasal: 6, 7, 8, 9

 

Telah jelas.

 

Pasal-pasal: 10,11,12,13,14,15

 

       Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Pasal 16

 

Dewan ini ialah sebuah Council of State yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah. Ia sebuah badan penasehat belaka.

 

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

 

Pasal 17

 

Lihatlah di atas.

 

 

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

I.    Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

 

II.   Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

       landchappendan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal-pasal: 19, 20, 21, dan 23

 

Lihatlah diatas.

 

Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan undang-undang dari pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk menetapkan undang-undang.

 

III.  Dewan ini mempunyai juga hak begrooting pasal 23.

Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol pemerintah.

 

Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

 

 

Pasal 22

 

Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar  supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

 

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23 ayat: 1, 2, 3, 4

 

Ayat I memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.

Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya.

Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

 

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.

 

Ayat 5

 

Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.

Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24 dan 25

 

Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.

 

BAB X

WARGA NEGARA

 

Pasal 26

Ayat 1

 

Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.

 

Ayat 2

 

Pasal 27, 30, 31, ayat 1

 

Telah jelas.

 

Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara.

 

 

Pasal 28, 29, ayat 1, 34

 

Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.

Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29 ayat 1

 

Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

 

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

Telah jelas.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN

 

Pasal 31 ayat 2

 

Telah jelas.

 

Pasal 32

 

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.

Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

 

 

 

 

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota

masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

Pasal 34

 

Telah cukup jelas, lihat diatas.

 

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

 

Pasal 35

 

Telah jelas.

Pasal 36

 

Telah jelas.

 

Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh  rakyatnya  dengan  baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.

Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

Telah jelas.

 


 

 

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN PERTAMA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN PERTAMA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 7

 

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

 

Pasal 9

 

(1)  Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

      

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

 

      “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”

      

Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

   “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

 

(2)  Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

 

Pasal 13

 

(2)  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 14

 

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

(2)  Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 15

 

       Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 17

 

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(3)  Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

 

Pasal 20

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2)  Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

(3)  Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4)  Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

 

Pasal 21

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

           

 

 


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Oktober 1999

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KEDUA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KEDUA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab Xll, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 18

 

(1)  Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

 

(4)  Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5)  Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

(6)  Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7)  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 18A

 

(l)   Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

 

Pasal 18B

 

(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2)  Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 19

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.

(2)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.

(3)  Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

 

Pasal 20

 

(1)  Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

 

 

Pasal 20A

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

(2)  Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3)  Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(4)  Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 22A

 

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 22B

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

 

BAB IXA

WILAYAH NEGARA

 

Pasal 25E

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

 

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

 

Pasal 26

 

(2)  Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

(3)  Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

 

 

 

Pasal 27

 

(3)  Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

 

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

 

Pasal 28A

 

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

 

Pasal 28B

 

(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

 

Pasal 28C

 

(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2)  Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

 

Pasal 28D

 

(1)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

 

Pasal 28E

 

(1)  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2)  Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3)  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

 

Pasal 28F

 

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

 

Pasal 28G

 

(1)  Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

 

Pasal 28H

 

(1)  Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2)  Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3)  Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4)  Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

 

Pasal 28I

 

(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

(2)  Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3)  Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4)  Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5)  Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 28J

 

(1)  Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

 

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

(2)  Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

(3)  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

(4)  Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

(5)  Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

 

 

BAB XV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,

SERTA LAGU KEBANGSAAN

 

Pasal 36A

 

       Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

 

Pasal 36B

 

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

 

Pasal 36C

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.

 

                                                                      Ditetapkan di Jakarta

                                                                      pada tanggal 18 Agustus 2000

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 



MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KETIGA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KETIGA

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 1

 

(2)  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

(3)  Negara Indonesia adalah negara hukum.

 

Pasal 3

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

(3)  Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(4)  Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

 

Pasal 6

 

(1)  Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(2)  Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

 

Pasal 6A

 

(1)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

(3)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

(5)  Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 7A

 

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.

 

Pasal 7B

 

(1)  Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2)  Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut       paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5)  Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6)  Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7)  Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

Pasal 7C

 

       Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 8

 

(1)  Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

(2)  Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

 

Pasal 11

 

(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 17

 

(4)  Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

 

BAB VIIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

 

Pasal 22C

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

(2)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3)  Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

(4)  Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 22D

 

(1)  Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2)  Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan

       sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

(3)  Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

 

BAB VIIB

PEMILIHAN UMUM

 

Pasal 22E

 

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2)  Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

(5)  Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

(6)  Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

 

 

 

 

Pasal 23

 

(1)  Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2)  Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3)  Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

 

Pasal 23A

 

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 23C

 

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

 

BAB VIIIA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

 

Pasal 23E

 

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2)  Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3)  Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ atau badan sesuai dengan undang-undang.

 

Pasal 23F

 

(1)  Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

(2)  Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

 

 

 

Pasal 23G

 

(1)  Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

 

Pasal 24A

 

(1)  Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

(2)  Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

(3)  Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

(4)  Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.

(5)  Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24B

 

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24C

 

(1)  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2)  Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

(4)  Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

(5)  Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

(6)  Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

 

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 9       November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 November 2001

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN KEEMPAT

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERUBAHAN KEEMPAT

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan:

(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat;

(b)  penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”;

(c) pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;

(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara;

 

(e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik            Indonesia Tahun 1945 sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

 

Pasal 2

 

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

 

Pasal 6A

 

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

 

Pasal 8

 

(3)  Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

 

Pasal 11

 

(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

 

 

 

Pasal 16

 

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Dihapus.

 

Pasal 23B

 

       Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 23D

 

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

 

Pasal 24

 

(3)  Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

 

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

 

Pasal 31

 

(1)  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2)  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4)  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5)  Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32

 

(1)  Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

 

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL DAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL

 

Pasal 33

 

(4)  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 34

 

(1)  Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(2)  Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3)  Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

 

Pasal 37

 

(1)  Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2)  Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3)  Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4)  Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Perrnusyawaratan Rakyat.

(5)  Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

Pasal II

 

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

 

Pasal III

 

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

 

ATURAN TAMBAHAN

 

Pasal I

 

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.

 

Pasal II

 

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2002

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 



MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

dalam satu naskah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 

pembukaan

 

( P r e a m b u l e )

 

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat   Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara         Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara            Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi selurah rakyat Indonesia.

 

UNDANG-UNDANG DASAR

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

 

Pasal 1

 

(1)  Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

(2)  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)

(3)  Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

 

Pasal 2

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

(3)  Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

 

Pasal 3

 

(1)  Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. ***)

(2)  Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***/****)

(3)  Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. ***/****)

 

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

 

Pasal 4

 

(1)  Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2)  Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

 

Pasal 5

 

(1)  Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(2)  Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

 

Pasal 6

 

(1)  Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)

(2)  Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 6A

 

(1)  Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)

(2)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)

(3)  Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)

(4)  Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)

(5)  Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang. ***)

 

Pasal 7

 

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)

 

 

 

 

 

Pasal 7A

 

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***)

 

Pasal 7B

 

(1)  Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut       paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5)  Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

(6)  Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7)  Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

 

Pasal 7C

 

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

 

Pasal 8

 

(1)  Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)

(2)  Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)

 

Pasal 9

 

(1)  Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

 

       Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

   “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

 

       Janji Presiden (Wakil Presiden):

 

             “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.*)

 

(2)  Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.*)

 

Pasal 10

 

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

 

Pasal 11

 

(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 12

 

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

 

Pasal 13

 

(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

(3)  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

 

Pasal 14

 

(1)  Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. *)

(2)  Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

 

Pasal 15

 

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. *)

 

Pasal 16

 

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. ****)

 

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

 

Dihapus.****)

BAB V

KEMentErianNEGARA

 

Pasal 17

 

(1)  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2)  Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)

(3)  Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)

(4)  Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.***)

 

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Pasal 18

 

(1)  Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**)

(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)

(3)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)

(4)  Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)

(5)  Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**)

(6)  Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**)

(7)  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.**)

 

Pasal 18A

 

(1)  Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)

(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **)

 

Pasal 18B

 

(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. **)

 

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai  dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)

 

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal 19

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)

(2)  Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.**)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)

 

Pasal 20

 

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.*)

(2)  Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.*)

(3)  Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)

(4)  Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)

(5)  Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.**)

 

Pasal 20A

 

(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **)

(2)  Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)

(3)  Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)

 (4)       Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.**)

 

Pasal 21

 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.*)

 

Pasal 22

 

(1)  Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2)  Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3)  Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

 

Pasal 22A

 

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. **)

 

Pasal 22B

 

       Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. **)

 

BAB VIIA***)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

 

Pasal 22C

 

(1)  Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)  Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)

(4)  Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang- undang. ***)

 

Pasal 22 D

 

(1)  Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)

(2)  Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)

(3)  Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)

 

BAB VIIB***)

PEMILIHAN UMUM

 

Pasal 22E

 

(1)  Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

(2)  Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)

(3)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)

(4)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***)

 (5)       Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***)

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. ***)

 

BAB VIII

HAL KEUANGAN

 

Pasal 23

 

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)

 

Pasal 23A

 

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untak keperluan negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B

 

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.****)

 

Pasal 23C

 

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 23D

 

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ****)

 

BAB VIIIA***)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

 

Pasal 23E

 

(1)  Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)

(2)  Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. ***)

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***)

 

Pasal 23F

 

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. ***)

(2)  Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***)

 

Pasal 23G

 

(1)  Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. ***)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.***)

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

 

Pasal 24

 

(1)  Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)

(2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***)

(3)  Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. ****)

 

Pasal 24A

 

(1)  Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(2)  Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)

(3)  Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)

(4)  Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)

(5)  Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 24B

 

(1)  Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)

(2)  Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)

(3)  Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4)  Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.***)

 

Pasal 24C

 

(1)  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. ***)

(2)  Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)

(3)  Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)

(4)  Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.***)

(5)  Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.***)

(6)  Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 25

 

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

 

 

 

 

 

 

 

BAB IXA**)

WILAYAH NEGARA

 

Pasal 25A****)

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. **)

 

BAB X

WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**)

 

Pasal 26

 

(1)  Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2)  Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.**)

(3)  Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. **)

 

Pasal 27

 

(1)  Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2)  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3)  Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. **)

 

Pasal 28

 

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

 

 

 

 

BAB XA**)

HAK ASASI MANUSIA

 

Pasal 28A

 

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.**)

 

Pasal 28B

 

(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **)

(2)  Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**)

 

Pasal 28C

 

(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.**)

(2)  Setiap orang berhak untak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)

 

Pasal 28D

 

(1)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.**)

(2)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)

(3)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)

(4)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)

 

Pasal 28E

 

(1)  Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.**)

(2)  Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)

(3)  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)

 

Pasal 28F

 

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)

 

Pasal 28G

 

(1)  Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

(2)  Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)

 

Pasal 28H

 

(1)  Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)

(2)  Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)

 

 

 

 

Pasal 28I

 

(1)  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**)

(3)  Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)

(4)  Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.**)

(5)  Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)

 

Pasal 28J

 

(1)  Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)

(2)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)

 

 

BAB XI

AGAMA

 

Pasal 29

 

(1)  Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XII

PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)

 

Pasal 30

 

(1)  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. **)

(2)  Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)

(3)  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)

(4)  Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.**)

(5)  Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. **)

 

BAB XIII

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)

 

Pasal 31

 

(1)  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)

(2)  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ****)

(3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ****)

(4)  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)

(5)  Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****)

 

Pasal 32

 

(1)  Negara memajukan kebudayaan nasional lndonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. ****)

(2)  Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. ****)

 

BAB XIV

PEREKONOMIAN NASIONAL

DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)

 

Pasal 33

 

(1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4)  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

 

Pasal 34

 

(1)  Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)

(2)  Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)

BAB XV

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA

LAGU KEBANGSAAN**)

 

Pasal 35

 

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

 

Pasal 36

 

       Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

 

Pasal 36A

 

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. **)

 

Pasal 36B

 

       Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)

 

Pasal 36C

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

 

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

 

Pasal 37

 

(1)  Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)

(5)  Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ****)

 

ATURAN PERALIHAN

 

Pasal I

 

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)

 

Pasal II

 

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)

 

Pasal III

 

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. ****)

 

ATURAN TAMBAHAN

 

Pasal I

 

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untak melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)

 

Pasal II

 

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal****)

Patner & Sponsor

Siapa yang online

There are currently 0 users online.

Temukan di FB

Contact us

STIE Kayutangi

Jl. Brigjend H. Hasan Basry No. 9-11
Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Tel     : (0511) 3304652
Fax     : (0511) 3305238
email : it@stiei-kayutangi-bjm.ac.id

Education - This is a contributing Drupal Theme
Design by WeebPal.